Selamat Datang di blog IKAHI DIY

Selamat Datang di blog Ikatan Hakim Indonesia Derah Istimewa Yogyakarta (IKAHI DIY)
Blog ini merupakan forum silaturahmi para anggota IKAHI DIY yang menghadirkan berbagai kegiatan dan dokumentasi kegiatan anggota IKAHI DIY beserta berbagai analisa dan artikel hukum serta hasil tulisan beberapa anggota IKAHI DIY. Seluruh artikel dan penelitian hukum berikut diperbolehkan untuk dikutip maupun didistribusikan kepada publik guna tujuan pendidikan, penelitian ilmiah, kritisisasi dan review penulisan dengan catatan tetap mencantumkan nama penulis atau peneliti yang bersangkutan. Blog ini dibuat agar seluruh anggota baik pengurus maupun non pengurus bisa memantau segala kegiatan atau informasi dari IKAHI DIY secara online. Semoga Bermanfaat.

Rabu, 01 Februari 2012

RUMUSAN HASIL DISKUSI KELOMPOK BIDANG PERADILAN AGAMA (KOMISI II) RAKERNAS MA-RI 2011

RUMUSAN HASIL DISKUSI KELOMPOK
BIDANG
PERADILAN AGAMA (KOMISI II) RAKERNAS MA-RI 2011

Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung RI dengan Jajaran Pengadilan dari 4 (empat)
Lingkungan Peradilan seluruh Indonesia di Jakarta, dengan tema “Meningkatkan Peran
Pengadilan Tingkat Banding Sebagai Kawal Depan Mahkamah Agung“, pada hari ini Rabu
tanggal 21 September 2011:


I. Teknis Judisial.
A. Hukum Formal.
1. Untuk menghindari terjadinya kerugian pihak penggugat yang telah mengeluarkan
biaya perkara, majelis Hakim agar bersikap aktif memberi nasehat kepada
penggugat, untuk memperbaiki surat gugat yang belum memenuhi syarat
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 119 HIR, atau Pasal 143 Rbg, serta Pasal 4
ayat (1) dan (2) UU No 48 Tahun 2009, sehingga Majelis Hakim tidak begitu saja
dengan mudah menjatuhkan putusan tidak menerima gugatan Penggugatan (NO).
2. Pemeriksaan setempat terhadap obyek sengketa berupa barang tidak bergerak perlu
dilakukan, yang pelaksanaannya dilakukan setelah selesai pemeriksaan alat bukti,
dengan tujuan untuk mengetahui secara pasti identitas objek sengketa (letak, luas
dan batas-batasnya), agar identitas objek sengketa dalam amar putusan sesuai
dengan keadaan dilapangan sehingga memudahkan pelaksanaan eksekusi.
3. Penyusunan putusan harus singkron dan selaras antara duduk perkara,
pertimbangan hukum dan amar putusan, termasuk mengenai eksepsi, konvensi dan
rekonvensi.
4. Pengadilan harus berupaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan intern
maupun ekstern dalam pelaksanaan eksekusi.
5. Hakim dalam melaksanakan tugas pokok: memeriksa, mengadili perkara agar
menguasai hukum materiil dan formal sehingga terhindar dari hillah syariyyah
yang bertentangan dengan hukum syar’i.
3
6. Majelis Hakim dalam memimpin persidangan, agar selektif dalam mengabulkan
permohonan penundaan sidang dari pihak berperkara yang tidak didasarkan alasan
hukum dan akan menghambat kelancaran persidangan, sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 159(4) HIR/ Pasal 186 Rbg.
7. Meningkatkan kerjasama dengan perguruan tinggi, baik dalam negeri maupun luar
negeri untuk meningkatkan pengetahuan Hakim dalam bidang Ekonomi Syariah.
8. Hakim harus hati-hati dalam merumuskan amar putusan, supaya putusan tersebut
dapat dijalankan dan tidak merugikan para pihak yang berperkara.
B. Hukum Materiil
1. Pengadilan Agama dalam memeriksa permohonan Istbat Nikah sedapat mungkin
agar dilakukan secara hati-hati dengan meneliti terpenuhi tidaknya syarat dan
rukun menurut hukum islam dan peraturan perundangan yang berlaku agar tidak
terjadi penyelundupan hukum.
2. Dalam rangka pelayanan hukum bagi WNI khususnya TKI di luar negeri untuk
kepentingan dekumentasi keimigrasian perlu optimalisasi sidang itsbat nikah
(pengesahan perkawinan) termasuk monitoring dan penyempurnaannya.
3. Perkara wali adhol tetap dilaksanakan secara voluntair atas dasar prinsip
memudahkan orang yang akan melaksanakan perkawinan. Adapan perlindungan
hak orangtua selaku wali telah diberikan oleh undang-undang melalui lembaga
pencegahan perkawinan dan pembatalan perkawinan.
4. Pengangkatan anak dalam hukum Islam adalah bertujuan untuk kepentingan dan
kesejahteraan anak serta harus memperhatikan UU No. 23 Tahun 1986 tentang
Perlindungan Anak dan tidak memutuskan hubungan darah dengan orang tua
aslinya.
5. Berkas perkara di Pengadilan Agama baik diajukan upaya hukum atau tidak, sejak
bulan Maret 2011 harus dilengkapi dengan dokumen elektronik.
6. Permohonan peninjauan kembali harus diajukan secara tertulis disertai dengan
risalah peninjauan kembali.
4
7. Bagi hakim yang memeriksa perkara jinayat di Aceh agar selalu
mempertimbangkan aspek-aspek baik aspek struktural, substansial, dan kultural.
Maka yang menyangkut kelembagaan hukum dan aparatur hukum ( aspek
struktural ) diharapkan Mahkamah Agung RI untuk melengkapi segala atribut
hukum dalam melaksanakan kewenangan mengadili perkara jinayah dan
menyediakan sumber daya manusia profesional yang memadai melalui rekrutmen
dan pelatihan hukum jinayat kepada Hakim yang telah dan akan ditugaskan di
Aceh.
II. Non Teknis.
1. Dalam rangka fungsionalisasi peran Pengadilan Tingkat Banding sebagai Kawal
Depan Mahkamah Agung perlunya dukungan anggaran, sarana, dan prasarana
yang memadai.
2. Dalam rangka mendukung peran Pengadilan Tingkat Banding sebagai kawal
depan Mahkamah Agung, perlu segera adanya pendelegasian wewenang mutasi
tenaga teknis (Panitera Pengganti, Panitera Muda, dan Juru Sita) pada tingkat
tertentu.
3. Setiap Ketua Pengadilan Tinggi Agama harus melakukan pemantauan dan
pengawasan pelaksanaan 8 (delapan) program prioritas Reformasi Birokrasi di
lingkungan Peradilan Agama dalam wilayah hukum masing-masing, yaitu:
a. Penyelesaian perkara yang tepat waktu;
b. Manajemen SDM yang terencana dan terlaksana dengan baik;
c. Pengelolaan website demi keterbukaan informasi dan pelayanan publik;
d. Pelaksanaan pelayanan meja informasi untuk memberikan pelayanan
informasi di gedung pengadilan;
e. Pelayanan publik yang prima;
f. Implementasi SIADPA Plus sebagai automatisasi Pola Bindalmin;
g. Pelaksanaan program “Justice for all” yang terdiri dari pelayanan
perkara prodeo, pelayanan sidang keliling dan pelayanan Pos Bantuan
Hukum (Posbakum), dan;
5
4. Dalam rangka memepercepat pelaksanaan program-program prioritas reformasi
birokrasi di lingkungan Peradilan Agama, seluruh Pengadilan di Lingkungan
Peradilan Agama mendukung penuh pelaksanaan program “Religious Court
Reform Awards” yang dicanangkan oleh Ditjen Badilag yang terdiri dari:
a. Religious Court Website Award;
b. Religious Court Desk Information and Public Services Award;
c. Religious Court Case Management Award;
d. Religious Court Legal Aid Award.
5. Dalam rangka meningkatkan penyelesaian perkara di lingkungan Peradilan
Agama, perlu dilakukan rasionalisasi dalam penempatan tenaga teknis
khususnya tenaga Hakim dikaitkan dengan beban kerja/jumlah perkara.
6. SIADPA dan SIADPTA supaya dikembangkan dan dimanfaatkan secara
maksimal oleh semua Ketua Pengadilan Tinggi Agama dan Ketua Pengadilan
Agama, untuk meningkatkan kecepatan pelayanan terhadap para pencari
keadilan.
7. Pembinaan Tehnis (BINTEK) yang dilasanakan oleh Pengadilan Tinggi Agama,
harus sesuai dengan arah pembinaan yang dilakukan oleh ULDILAG dan
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI.
8. Untuk penyempurnaan Database Kepegawaian di lingkungan Peradilan Agama
khususnya untuk tenaga tehnis, Ketua Pengadilan Tinggi Agama dan Ketua
Pengadilan Agama harus mengawasi pelaksanaan/aplikasi SIMPEG Online
Badilag, dengan cara melakukan validasi data secara online di wilayah masingmasing
9. Ketua Pengadilan Tinggi Agama dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap
tenaga tehnis (Hakim, Panitera, Jurusita) yang diduga melakukan pelanggaran
terhadap Peraturan Pemerintah Nomor: 53 Tahun 2009, hendaknya berita acara
pemeriksaan dilengkapi dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang
memuat kesimpulan dan rekomendasi, kemudian LHP tersebut dikirimkan
kepada Badan Pengawasan yang tembusannya kepada Ditjen Badilag
MAHKAMAH AGUNG RI
10. Pelayanan “justice for all” melalui pelayanan prodeo, sidang keliling dan
posbakum harus ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitas, sehingga semakin
banyak orang miskin dan terpinggirkan yang mendapat pelayanan keadilan
11. Pelayanan informasi kepada para pencari keadilan di Pengadilan Agama tidak
boleh dilakukan secara langsung oleh aparat Peradilan Agama, akan tetapi harus
melalui meja informasi. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga integritas aparat
peradilan.
12. Bagi para petugas meja informasi dan pelayanan publik perlu diadakan
pelatihan. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang sama agar
dapat memberikan pelayanan kepada masyarakan pencari keadilan.
13. Dalam rangka meningkatkan kualitas SDM di bidang Teknologi Informasi
maka pelatihan-pelatihan dengan sistem DDTK atau mendatangkan instruktur
yang ahli dari Pengadilan Tinggi Agama atau Ditjen Badilag perlu dilanjutkan.
14. Para pimpinan pengadilan di lingkungan Peradilan Agama bertekad untuk
meningkatkan perhatian dan keterlibatan dalam pengembangan teknologi
informasi dalam rangka mensukseskan pelaksanaan tugas pokok.
15. Dalam rangka menghadapi evaluasi reformasi birokrasi oleh tim quality
insurance, maka seluruh jajaran Peradilan Agama harus mempersiapkan diri
dengan memahami tupoksi masing-masing dan melengkapi semua data
pendukung yang diperlukan.
16. Dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat, berkaitan dengan
Keputusan Presiden No. 3 tahun 2011 tentang Pembentukan Pengadilan Agama
Baru perlu segera dilaksanakan peresmian secara nasional.
17. Dalam rangka meningkatkan pelayanan hukum dan keadilan pada masyarakat
wilayah hukum provinsi Bali serta meningkatkan peran Peradilan Tingkat
Banding sebagai kawal Depan Mahkamah Agung RI, maka perlu segera
dibentuk Pengadilan Tinggi Agama Bali di Denpasar.
Tim Perumus :
Ketua Sekretaris IDrs. H. Wildan Suyuthi, SH., MH. Dr. Edi Riadi, SH. MH.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar