Khawatir Tak Bisa Sekolahkan Anak |
Monday, 25 April 2011b ( www.Seputar-indonesia.com) | |
Keberanian seorang hakim perempuan di Pengadilan Negeri (PN) Salatiga,Jawa Tengah bernama Andi Nurvita,yang membuat situs terkait kesejahteraan hakim di jejaring sosial Facebook,membuka mata publik akan kehidupan hakim di daerah. Rencana para hakim diprakarsai Andi untuk aksi menggugat presiden dan DPR yang di-posting di Facebook memperlihatkan betapa kesejahteraan hakim masih perlu peningkatan.Jejaring di Facebook yang dibuat Andi,kini terdapat 4432 orang peserta yang bergabung.Mereka ratarata hakim di seluruh Indonesia yang membeberkan soal kesejahteraan hakim yang tidak sebanding dengan tugas serta tanggung jawabnya. Gayung bersambut,ternyata selama ini keluhan kesejahteraan adalah masalah yang dialami semua hakim, terutama di daerah.Mereka yang sebagian besar adalah hakim-hakim di daerah saling menyahut mencurahkan isi hati,memberi gambaran kehidupan para penegak keadilan ini. Salah seorang anggota grup menulis,remunerasi yang dijanjikan sejak 2007 lalu,hingga saat ini baru terlaksana 70%. Pun pembayarannya tidak tiap bulan,tambahan kesejahteraan ini diterima para hakim tiga bulan sekali. Ada lagi keluhan soal rumah dinas yang tidak layak huni,tidak sehat,dan rusak. Soal rumah ini,tidak ada tunjangan biaya perawatan rutin, sehingga akhirnya mereka memilih untuk menyewa rumah dekat dengan tempat kerjanya. Belum selesai,ada pemotongan gaji oleh MA antara lain untuk sumbangan pembangunan masjid, pemotongan untuk pembangunan mes Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) hingga pemotongan untuk pertandingan tenis warga pengadilan. “Sampai saat ini,anggaran yang diberikan kepada pengadilan masih jauh di bawah kebutuhan riil untuk menjalankan kegiatan operasionalnya secara optimal,”tulis Andi dalam grup Facebook-nya. Di grup ada juga seorang yang mengaku hakim di Cianjur bernama Amohan Asgar berkeluh kesah soal kondisinya. Dia dilantik sebagai hakim pada 1999.Kendaraan yang dia punyai hanya sepeda motor Supra X tahun 1999,dan rumah yang dibeli dengan cara kredit selama 15 tahun dengan jaminan SK hakimnya. Dia sedang dilanda kebimbangan. Anaknya sebentar lagi akan duduk di bangku kuliah. Dia ragu apakah gajinya sebagai hakim mampu membiayai cita-cita anaknya yang ingin melanjutkan ke fakultas kedokteran. “Akan sanggupkah saya memenuhi keinginan anak dengan kondisi kesejahteraan hakim seperti sekarang ini.Secara matematis,jelas sangat tidak mungkin,” tulisnya. Keluhan yang sama disampaikan Yuli Indriyani yang mengaku sebagai istri hakim. Dia dan suaminya khawatir apakah bisa memberi pendidikan yang layak pada dua anaknya.Gajinya sebagai hakim dirasakan tidak cukup untuk membiayai pendidikan yang layak dan memenuhi kebutuhan lain. “Kehidupan kami sebulan dicukupkan dengan remunerasi. Dalam keluarga kami tidak ada kemewahan,hanya dicukupkan. Suami saya selalu mengajarkan kepada saya untuk selalu bersyukur,” ujarnya. Mahkamah Agung (MA) sudah memanggil Andi Nurvita dan Teguh Satya Bhakti, hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang yang berencana mengajukan gugatan judicial reviewterhadap UU No 3/2009 tentang Mahkamah Agung (MA).Hasilnya sebenarnya positif.MA selaku institusi yudikatif tertinggi menganggap hal ini adalah aspirasi hakim yang harus ditindaklanjuti. Tidak akan ada sanksi pada keduanya yang pada awalnya dianggap akan mencoreng korps kehakiman dengan berkeluh kesah di situs jejaring sosial tersebut. Ketua Muda Bidang Pengawasan MA sekaligus Ketua Umum Ikahi Hatta Ali mengakui remunerasi memang hal yang belum terwujud sejak dijanjikan pada 2007 lalu. MN LATIEF |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar